Senin, 6 April 2009 | 8:26 WIB
SURABAYA | SURYA-Kalangan pelaku pergulaan mengusulkan penghapusan PPN (Pajak Pertambahan Nilai) Jasa Giling, karena pemberlakuannya justru kontraproduktif dalam upaya menggerakkan sektor riil. Usulan ini sebagai upaya meningkatkan pendapatan pabrik gula (PG) dan sekaligus menurunkan harga gula.
Wakil Sekretaris Jendral Ikatan Ahli Gula Indonesia (IKAGI) Adig Suwandi mengatakan, selama ini dengan adanya PPN jasa giling telah mengurangi margin PG. Akibatnya, PG berusaha mengalkulasi PPN Jasa Giling dengan biaya produksi.
“Dengan besarnya biaya produksi maka harga gula yang dihasilkan semakin mahal, makanya kami minta PPN Jasa Giling dihapus untuk mengurangi beban biaya produksi,” kata Adig Suwandi di Surabaya, Minggu (5/4).
Menurut Adig, pengenaan PPN Jasa Giling kepada petani tebu tidak pada tempatnya. Pasalnya, kerja sama antara petani tebu dan PG dimulai sejak pengolahan tanah, penyediaan bibit, agroinput, pemeliharaan, tebang angkut, pengolahan, hingga pemasaran. Bahkan, PG menjadi penjamin kredit petani di perbankan untuk menyediaan modal produksi.
Ia membandingkan dengan PPN Jasa Giling untuk petani padi yang sudah dihapus sejak 2001, dengan keluarnya Peraturan Pemerintah No 12 Tahun 2001 di mana barang hasil pertanian harus dibebaskan dari PPN.
Adig menjelaskan, transaksi petani padi hanya terjadi saat penyerahan padi untuk digiling karena sejak awal petani padi membiayai sendiri usaha produksinya. “Perbedaan inilah yang harus dilihat Pemerintah untuk membebaskan PPN Jasa Giling,” ujar Adig.
Dengan demikian, pemberlakuan PPN Jasa Giling kontraproduktif terhadap upaya pemerintah untuk menggerakkan sektor riil. “PPN Jasa Giling jelas bertentangan dengan semangat revitalisasi pertanian dan komitmen untuk mewujudkan swasembada gula sebagai jaminan harga gula tetap murah,” ujar Adig, yang sebelumnya menyesalkan pemblokiran rekening tiga PTPN usaha pergulaan oleh Ditjen Pajak, meski saat ini telah dibuka kembali.
Adig mengakui, sejumlah fakta hukum menunjukkan adanya beberapa PG yang menempuh jalur hukum dengan mengajukan banding ke pengadilan tentang PPN Jasa Giling. Mereka dinyatakan menang sehingga tidak perlu membayar PPN Jasa Giling dan berhasil menambah pendapatan.
PG dimaksud yakni PT Kebon Agung (2000), PG Madu Baru (2002), PG Pradjekan di bawah PTPN XI dan PTPN IX (2007). “Itu yang diharapkan PG untuk dapat menekan biaya produksi melalui pembebasan PPN Jasa Giling,” tutur Adig Suwandi. aru
No comments:
Post a Comment