matahari mulai turun bawa sinarnya mewarnai langit barat kota dengan rona indah kemerahan, ada beberapa gumpalan awan seolah mengiring semburat jingga surya senja tenggelam dengan anggun dan megah. ya, sore di kota itu, kota kecil yang sesaat menyambut malam dengan suara ayat-ayat yang indah tapi palsu, juga suara kicau burung yang juga palsu diputer dari tape-tape untuk memanggil burung-burung wallet pulang ke sarangnya, dan ruko-ruko yang juga palsu... Dia dan Lynn, gadis yang udah dianggep adiknya sendiri, masih duduk-duduk di teras selepas jogging sore itu,
"Lynn..."
"ya?"
"pernah ngerasa takut ga?"
Lynn menoleh, melihat mata lelaki di sampingnya. mungkin agak bingung dengan pertanyaan yang keluar dari obrolan semula, wajahnya basah oleh butir-butir keringat terlihat lebih serius sekarang, wajah polos gadis belia yang selalu haus pengakuan sebagai wanita dewasa. ada setetes keringat jatuh dari keningnya, meluncur di antara kedua mata yang begitu misterius...
"waktu temen kantor papah ke rumah, ngabarin papah kena stroke..."
"yang lain?"
"apa lagi ya? oya, waktu Padang gempa yang paling gede kemaren, Na nangis ketakutan waktu itu."
Lynn tersenyum kecil, mata bulatnya menerawang begitu jauh entah ke mana, seolah ada sesuatu di atas sana, di horison langit senja kota itu yang mulai dipenuhi ribuan burung wallet beranjak pulang berganti kelelawar-kelelawar yang keluar dari gulungan pupus-pupus daun pisang juga bambu yang berlubang untuk menjalankan perannya menjaga malam dalam skenario Tuhan yang telah dimainkan sejak berabad-abad lamanya...
"Kamu ga tanya aku?"
"tanya apa?"
"ya kayak itu tadi, Lynn..."
"idih, minta kok minta ditanya! minta emas kek, dijual kaya..."
"hm..."
"hehehe, iya deh... kalo Abang?"
lelaki yang dipanggil "Abang" itu tertunduk sejenak, Lynn ikut diam. suasana hening. hampir ga ada suara apapun kecuali sayup suara Adzan dari kejauhan yang terdengar mengambang seperti mantra pelindung yang dirapal, ga ada lagi hiruk-pikuk anak kecil yang tadi berlarian di sepanjang gang depan rumah, semuanya telah masuk ke dalam rumahnya demi menghargai Sang Senja yang dipercaya sebagai saat paling kritis sebagai konsekwensi goyahnya sebuah keseimbangan di mana intensitas sinar kosmik berkurang secara drastis di bumi akibat tenggelamnya matahari, juga waktu yang konon Sang Hyang Bathara Kala sering turun mencari tumbal-tumbal manusia di Marcapada, Arcapada, Terra, Bumi, atau entah apapun itu. sebagai seorang Jawa, Abang menghormati kaidah leluhurnya, juga Agama-nya mengkultuskan kumandang Adzan hingga berhenti dulu, sampe langit gelap sepenuhnya...
"dia..."
"kakak itu? kenapa bang?"
"kemaren aku bikin salah terus dia agak cuek, ga kayak biasa... kadang aku takut kalo dia lagi kayak gitu, takut kalo-kalo dia bosen sama aku..."
"takut kehilangan ya, Bang?"
Abang diam, Lynn-pun diam, bibirnya yang penuh seolah beku, mungkin ada sesal akan tanya yang terlanjur terucap, atau demi sekedar segan pada Abangnya, atau justru sudah ada jawabnya yang cukup dimengerti dan disimpan di hati masing-masing. Lynn tertunduk, ga ada lagi butir-butir keringat yang tadi menghias ujung hidungnya, semuanya telah menguap bersama angin sore yang bertiup hangat dan lembut membelai seisi kota juga riuh rendah emosi manusia di dalamnya. sejenak hening sampe Abang kembali bicara lagi,
"mungkin..."
[ditulis sehari abis ngobrol sama Lynn pas istirahat kantor, Subulussalam 17 Mei 2010]
No comments:
Post a Comment