Friday, August 13, 2010

Sebungkus Janji dan Rinai Hujan


"Mmmmuahhhhhh! Met tidur ya cantik, sleep tight..."

Dia membenarkan letak selimut di badan perempuannya dan menunggui di sampingnya, tepat di tempat terbaik di mana dia bisa melihat wajah itu yang makin ayu waktu terlelap. Penuh, Teduh. Dingin angin malam menerobos lembut, tembus dari celah ventilasi kamar, perlahan mengantar pikirannya mundur empat tahun lalu, ketika jarak kadang membiaskan rindu, dan rindu tetap menjadi sesak tertahan waktu. Ya, tiga tahun lalu saat semua terasa begitu indah dan manis, hingga kini. Janji-janji kecil itu terucap ringan seperti uap air yang keluar bersama hembusan nafas dan telah dia tepati sekarang, hampir semua. Besok akan dia tepati satu lagi dari sekian banyak janjinya dulu. Tak lama diapun ikut terlelap.

*sesaat sebelum itu___________________________m(!-.-)m__

"Sayang, kok pingin rujak ya?!"

"Ujan-ujan gini, sayang?"


Perempuannya mengangguk dengan wajah termanis yang membuat hatinya luluh. Kesekian kalinya. meski sebenarnya tanpa ekspresi itupun dia akan tetap keluar menerjang hujan. Rasa bangga yang membuatnya lupa dengan cape seharian di kantor, lupa dengan deras air yang belom berhenti sedari sore tadi, lupa dengan influensa yang membuatnya bersin-bersin dua hari ini. Bangga dan bahagia, cuma itu.

Setengah jam kira-kira dan deru mesin vespa tua terdengar memasuki garasi, dengan badan basah kuyup dia melangkah gontai, tangannya kosong, tak tampak bungkusan yang tadi diminta. Tak perlu terucap kata, wajah perempuannya seolah mengisyaratkan bahwa dia cukup paham kenapa dia pulang dengan tangan hampa,

"Gak ada yang jualan lagi, sayang."

"Gapapa kok, besok aja ya."

"Maaf ya, besok pasti dapet!"

"Tidur aja yukk, aku juga udah ngantuk banget, sayang."


[sebuah fiksi untuk Anthy di selepas buka puasa waktu aku lagi males :p traweh, Subulussalam 13 Agustus 2010]

No comments:

Post a Comment