Friday, March 12, 2010

Arok Dedes (a book by Pramoedya Ananta Toer)


Arok Dedes menceritakan sejarah perlawanan dan pemberontakan Ken Arok terhadap pemerintahan akuwu Tumampel, Tunggul Ametung. Dalam buku ini, Pram secara jelas mengungkap kondisi sosial politik pada masa itu.

Novel ini mencoba memberikan suatu perspektif baru terhadap sejarah dengan menggambarkan Ken Arok bukan hanya seorang berandalan pemberontak ,seperti yang banyak dikatakan buku pelajaran sejarah, tetapi disini diceritakan bahwa Ken Arok adalah seorang pemimpin rakyat yang tidak puas dengan pemerintahan yang menindas.

Novel ini juga menggambarkan kondisi pemberontakan yang terjadi di dalam suatu negara atau kerajaan yang sarat dengan intrik politik.

Kisah AROK DEDES adalah kisah kudeta pertama dalam sejarah kita. Kudeta unik a la Jawa, penuh rekayasa kelicikan, lempar batu sembunyi tangan, yang punya rencana menjadi orang terhormat, yang tak terlibat malah menjadi korban yang ditumpas habis—habisan.

Mengikuti kisah perebutan kekuasaan dengan kelihaian secanggih seperti itu, tanpa diundang asosiasi pembaca langsung beralih dari peristiwa di abad 13 ke abad 20 di tahun 65—an.

Bagaimana pada tahun 1965 bisa terjadi “peralihan kekuasaan” dari Soekarno ke Soeharto ? Bagaimana orang yang mengkup kekuasaan justru berhasil melempar tuduhan mengkup itu kepada pihak lain, sampai—sampai yang difitnah menjadi korban kesengsaraan yang berkepanjangan—bagaimana orang yang memberi informasi tentang bakal terjadinya kup, malah ditangkap dan dipendam lebih 30 tahun dalam penjara ? Banyak kemiripan kudeta Arok sekitar 1220—an dan kudeta Harto sekitar 1965—an ?

Duapuluh lima tahun yang lalu sebagai tahanan di Buru, Pramoedya merawikan kisah tampilnya Ken Arok sebagai Akuwu Tumapel menggantikan kekuasaan Tunggul Ametung. Pramoedya Ananta Toer tidak sedang menulis essay politik aktual atau sedang mengkaji apa yang terjadi di tahun 1965, tetapi lewat kekuatan kata dan wahana sastra, dia menghadapkan cermin sejarah kepada generasi di era Orde Baru untuk melihat diri sendiri, untuk mengenal situasi di mana kita berada, untuk belajar dan menyimpulkan sendiri apa yang sedang kita alami di masa kini, termasuk merefleksi peristiwa 1965, rekayasa seorang jendral naik ke puncak kekuasaan, kemudian dengan gengnya memakmurkan selapis tipis elit Indonesia dan menyengsarakan rakyat dalam skala besar—besaran.

download

sumber

No comments:

Post a Comment