Vespa ini, ya, mainan baruku yang udah bawa imaji banyak orang. tak kecuali nenek. kami ga tau nama aslinya, cuma "nenek", tuan tanah pemilik banyak rumah kontrakan yang salah satunya aku tinggali sekarang. empat puluh tahun lalu, waktu nenek dulu sering dibonceng sang kekasih juga dengan Vespa seperti punyaku. Sempet terlontar keinginan nenek untuk membelikan kekasih yang telah puluhan tahun jadi suaminya itu...
"Beli berapa ini, Nak?"
"Tiga lapan, Nek."
"Murahnya!"
"Hehe iya, Nek, dapet dari temen."
"Lebih mahal sepeda Adit!"
"Kakek aku beliin gini aja apa ya? Kasian gak ada kakinya (motor)."
"...................."
"Ya udah, ati-ati aja kalo bawa, motor tua."
"Iya, Nek."
Nenek kembali masuk rumah menggandeng Amel kecil, cucunya. Matahari udah begitu rendah terhalang seng atap rumah² tetangga, sebentar lagi magrib. Aku jalan lagi ke rumah Enos, Gatot, Heru, dan Randi gak jauh dari situ, rumah kontrakan milik nenek juga. Masih terpikir tentang betapa manis pasangan kakek-nenek itu, di usia mereka yang senja nenek masih suka memberi kejutan sayang untuk kekasihnya, kakek, yang motornya ilang beberapa bulan lalu karena pagi² buta maling menyelinap masuk rumah sederhana kedua suami istri itu waktu mereka terlelap.
[sepulang kantor di depan rumah, Subulussalam 12 Oktober 2010]
No comments:
Post a Comment