ahirnya, pagi-pagi buta setelah menempuh perjalanan hampir setengah malam menyusuri jalanan yang berliku diapit jurang dan bukit berselimut rapatnya belantara Sumatera dan di temani semilir dingin angin malam bukit barisan yang kami biarkan menerobos masuk melalui jendela mobil sampai juga kami di Medan, kota terbesar ketiga di Indonesia yang begitu eksotis. perjalanan yang cukup menguras tenaga sudah cukup melelahkan tapi masie juga ditambah remintik kecil gerimis yang membuat aku terus mengumpat sampe sadar kalo perutku laper, huh... untung McD ada 14045 yang setia 24 jam/7 hari. perut kenyang langsung tidur dan akupun kelupaan subuhan, dhasar!!!
dan kenapa judul post ini "pulang..."? yah, aku selalu mencoba untuk realistis dan menerima kenyataan kalo tanah asalku di Jawa ada nun jauh di sana di seberang lautan sementara aku ada di tanah Sumatera yang membuat aku terpaksa menganggap Medan sebagai kampung halaman, tiap ada kesempatan aku langsung cabut dari Aceh dan berangkat ke Medan dengan segenap suka cita. buat orang-orang Medan, sorry kalo aku dengan tanpa permisi meng-akuisisi medan kalian...
sekarang di sinilah aku, Medan dengan segala hingar-bingarnya, dengan segala hiruk-pikuk manusianya mempertahankan hidup dengan hidup itu sendiri sebagai taruhannya. dan aku? aku teteup "mencoba" enjoy dengan itu semua. aku harap temen-temen kuliahku dulu juga pada "pulang" weekend ini so kita bisa hangin out barengan lagi. karena sejak saat itu, 19 Juni 2008, kami yang lulusan STAN Medan harus memulai babak baru dalam hidup demi menapaki waktu sekedar menyambung cerita menuju masa depan menjadi Pegawai Pajak di kantor masing-masing dan meninggalkan semua romansa jaman kuliah dulu yang meski ga begitu intim tapi cukup punya chemistry di antara kami masing-masing, dan waktu kami untuk sama-sama lagi harus terrenggut untuk itu semua. kami jadi jarang hangout bareng lagi, jarang nonton lagi, jarang makan bareng lagi... tapi yah, itulah hidup yang konon satu-satunya yang abadi di hidup ini justru perubahan itu sendiri. so kami terus mencoba tegar dan siap dengan sagala perubahan dan perpisahan semacam itu. semoga...
dan tentang pulang, aku sudah ga bisa lagi menerjemahkan kata itu. aku sendiri bingung kalo ditanya mo pulang kemana, apa rumah tempat aku di besarkan sejak bayi sampe 17 tahun bisa di sebut tempat pulang? bukan, itu cuma rumah tempat semua kenangan waktu kecilku aku tinggalkan, itu cuma cumah ortu yang sudah hampir 3 tahun aku simpan dalam ingatan. apa kosku waktu kuliah dulu bisa disebut tempat pulang? bukan juga, aku cuma berhak bilang "pulang" jika aku masie kos di sana, dan sudah hampir setaon rumah itu aku tinggalkan. dan apa rumah kontrakanku di Aceh pantas aku anggap tempat pulang? rasanya ga juga, karena hatiku ga pernah di sana, aku ga pernah bisa merasa pulang setiap aku di sana. hmph... mungkin hatiku masih berkelana mencari apa itu arti "pulang", mungkin nanti jika aku sudah mampu punya rumah sendiri baru aku pantas bilang pulang, sekali lagi mungkin. sementara ini biarlah, aku rela kalo harus terus terombang-ambing dalam arti kata pulang. aku sadar duniaku memang absurd...